Jakarta - Anggota Komisi I DPR dari Fraksi Partai Hanura, Susaningtyas Nefo Handayani Kertopati, akan segera meluncurkan bukunya bertema intelijen dengan judul Komunikasi dalam Kinerja Intelijen Keamanan.
Peluncuran buku itu direncanakan akan dilangsungkan pada 30 Agustus 2013, di Hotel Borobudur, Jakarta.
Menurut Susaningtyas, atau akrab disapa Nuning, bukunya menjadi penting karena ranah intelijen sampai kapan pun akan menjadi ranah yang sarat dengan hal yang berbau rahasia. Namun, di tengah kebutuhan akan proses regenerasi dalam dunia intelijen, maka wajib bagi pemerhatinya untuk memiliki pengetahuan yang luas di bidang itu.
Apalagi, lanjutnya, saat ini tengah terjadi transformasi nilai-nilai kehidupan berbangsa yang menuju demokratisasi di segala aspek kehidupan berbangsa.
"Intelijen kita pada masa mendatang kiranya dapat berkembang pesat, lebih komprehensif, dan memiliki tingkat akurasi informasi yang lebih maksimal," kata Nuning di Jakarta, Selasa (27/8).
"Melalui pemahaman dan penghayatan atas isi buku ini, saya berharap kehadiran intelijen sebagai ilmu pengetahuan bukan saja dapat bermanfaat bagi pegiat dan pelaksana tugas intelijen, tapi juga memberikan pengetahuan bagi masyarakat luas perihal kinerja intelijen."
Dia menekankan bahwa saat ini, tak bisa dibantah bila negara Indonesia akan dianggap kuat bila intelijennya juga kuat.
Di dalam buku itu sendiri, Nuning meneliti masalah konstruksi komunikasi vertikal dan horizontal, serta formal dan informal, dalam proses pengambilan keputusan di tubuh intelijen. Sebagai Objeknya, Nuning mengambil Badan Intelijen Keamanan (Intelkam) Mabes Polri.
Hasilnya, Nuning menemukan bahwa organisasi Intelkam Mabes Polri Badan Intelijen Keamanan Polri adalah organisasi intelijen yang memiliki karakteristik berorientasi pada bentuk hierarki formal melalui tahap perencanaan, tahap pelaksanaan pengumpulan, tahap pengolahan, dan tahap penyajian bahan keterangan. Output dihasilkan berupa informasi intelijen yang dianalisis berdasarkan pola Service Type Operation (STO) Mission Type Operation (MTO).
Komunikasi formal atau informal dan komunikasi vertikal atau horizontal pada Badan Intelkam dikonstruksi berdasarkan beberapa bentuk. Dia menemukan bahwa terjadi komunikasi intensif dalam rangka pengumpulan informasi antara pejabat struktural di badan itu.
Misalnya, komunikasi vertikal terjadi antara struktur Kabaintelkam (Aktor I) dan Wakabaintelkam (Aktor II). Konstruksi komunikasi terjadi dengan diawali arahan user terhadap pelaksana. Selanjutnya, Wakabaintelkam sebagai pelaksana dan pengawas operasional melakukan komunikasi ke bawah untuk menindaklanjuti pembuatan piranti lunak sebagai sistem aturan vertikal ke bawah.
Komunikasi vertikal ke atas terjadi pada level Wakabaintelkam kepada Kabaintelkam dalam memberi saran tentang keputusan yang akan diambil oleh lembaga intelijen.
"Secara sederhana dapat dipahami bahwa hubungan Kabaintelkam dengan Kapolri adalah komando vertikal yang dalam kesehariannya dikendalikan oleh Wakapolri," ujar Nuning.
Dampak dari pertukaran komunikasi horizontal antarbadan menimbulkan adanya komunikasi diagonal. Penelitian menemukan bahwa konstruksi inilah yang membedakan organisasi intelijen dengan organisasi biasa.
Intelijen juga kerap melaksanakan komunikasi informal yant dilakukan melalui cara komunikasi klandestin. Klandestin sebagai kekhasan komunikasi informal dari intelijen merupakan organisasi komunitas yang bekerja untuk mengumpulkan informasi.
Nuning mengatakan dalam kerangka kebutuhan negara, operasi klandestin merupakan salah satu instrumen yang digunakan untuk menyelesaikan setiap ancaman, yang dilakukan secara efektif, rahasia, dan langsung menuju sasarannya.
Komunikasi klandestin sebagai aktivitas menjembatani sesama Case Officer dengan kantor pusat, mulai dari metode langsung yang bersifat personal communication maupun metode perantara yang bersifat cut out (impersonal communication).
Tentu saja, informasi yang dikumpulkan dinilai sulit didapatkan dan atau rahasia, karenanya dibutuhkan spionase sebagai "sumber tertutup" atau surat kabar sebagai "sumber terbuka".
Hasil pengumpulan intelijen sebagai ”produk” komunikasi klandestin serta metode pengumpulannya (tradecraft), yaitu penyelidikan, pengamanan, dan penggalangan, sering kali dirahasiakan.
"Inilah seluruh pemahaman yang bermakna aktivitas 'senyap' dari klandestin tersebut; adanya upaya agar kontak yang sedang terjadi tidak diketahui oleh publik, baik komunikasi, identitas pelaku, maupun transaksi isi dan bahan materi," jelasnya.
Faktor-faktor yang memengaruhi tingkat efektivitas komunikasi intelijen meliputi beberapa faktor. Diantaranya nilai informasi yang berkualitas sebagai bahan pertimbangan dalam pengambilan keputusan, kredibilitas sumber bahan keterangan yang dapat diperoleh, serta manajemen komunikasi terbuka dan tertutup.
"Sedangkan hambatan yang terjadi mencakup hambatan nonteknis dalam komunikasi horizontal, distorsi informasi, serta hambatan masalah yang sangat kompleks baik mencakup potensi gangguan, ambang gangguan, gangguan nyata, dan juga faktor lemahnya rekrutmen sumber daya intelijen," beber Nuning.
Penulis: Markus Junianto Sihaloho/FMB
No comments:
Post a Comment