Wednesday, 6 November 2013

Anonymous Indonesia Retas Australia

Kelompok aktivis Anonymous Indonesia, mengklaim telah merusak labih dari 170 situs internet milik Australia sebagai bentuk protes atas laporan bahwa Canberra selama ini memata-matai Indonesia.



“Ratusan situs Australia diserang oleh para hacker Indonesia,” demikian kicau mereka di Twitter, sambil menampilkan daftar situs yang kelihatannya sebagian besar adalah milik bisnis kecil yang berakhiran dengan kode domain Australia .au.
Website-website yang diretas itu diberi pesan: "Stop Spying on Indonesia" atau berhentilah memata-matai Indonesia di bawah bendera Indonesia dengan latar gambar hitam putih wajah Guy Fawkes, yang dipakai sebagai topeng oleh kelompok Anonymous secara internasional.
Situs yang diretas itu tampaknya dipilih secara acak, meliputi berbagai jenis usaha dari mulai penyedia katering hingga jasa cuci pakaian serta penyewaan mainan kastil-kastilan goyang untuk anak-anak.
Hubungan Australia dengan Indonesia kini berada di bawah tekanan setelah munculnya laporan pekan lalu bahwa kantor-kantor diplomatik milik Canberra di Indonesia dipakai dalam jaringan penyadapan internasional yang dipimpin Amerika Serikat.
Misi diplomatik di Indonesia dan juga berbagai kedutaan dan konsulat di beberapa negara Asia Tenggara, dan juga Cina, dilaporkan telah dipakai untuk memonitor percakapan telepon dan pengumpulan data intelijen. Isu ini telah memicu tuntutan dari Jakarta dan Beijing yang meminta penjelasan mengenai skandal mata-mata tersebut.
Berkat informasi Snowden
Serangan ini diklaim dilakukan sebagai balasan atas laporan Sidney Morning Herald pekan lalu yang mengutip laporan majalah Jerman Der Spiegel yang menampilkan peta grafis kegiatan mata-mata Amerika di dunia.
Informasi itu diperoleh berdasarkan bocoran dari Edward Snowden, bekas mata-mata AS yang membelot dan berbalik membocorkan kegiatan mata-mata Amerika di dunia.
Selain Amerika, harian Sidney Morning Herald juga melaporkan bahwa dinas rahasia Australia terlibat dalam operasi mata-mata Amerika tersebut.
Kasus ini telah memicu reaksi keras Indonesia yang telah memanggil duta besar Australia di Jakarta. Menteri Luar Negeri Marty Natalegawa juga menyatakan bahwa Indonesia sangat prihatin dan menggambarkan kasus ini sebagai sesuatu yang tidak adil.
Pemerintah Australia sendiri mengatakan bahwa mereka tidak akan memberikan tanggapan kepada pers terkait hal-hal yang menyangkut masalah intelijen.
Pada hari Minggu, harian The Guardian mengutip sebuah dokumen dari Edward Snowden yang menunjukkan bahwa Australia dan Amerika juga melancarkan operasi penyadapan bersama atas Indonesia selama konferensi mengenai perubahan iklim di Bali pada tahun 2007.
Pemerintah Australia telah menyatakan tidak bersedia berkomentar mengenai masalah intelijen.
Anonymous dipercaya sebagai sebuah organisasi longgar para hacker dunia yang melakukan berbagai serangan di dunia maya. Baru-baru ini sebuah website di Singapura diretas sebagai bentuk protes atas kebebasan internet di negara kota tersebut.


Langkah Awal LAPAN Meluncurkan Roket Menuju Mars

Beberapa negara sudah memulai proyek penelitian untuk memungkinkan umat manusia menghuni planet tersebut.Selasa sore kemarin, India sudah meluncurkan roket yang membawa pengorbit pertama mereka ke Mars.


Lalu kapan Indonesia? Pertanyaan itu begitu menantang dan membayangkan saja tidak tega. Tapi pertengahan Oktober lalu, Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (LAPAN) sudah mulai melangkah ke arah sana.

Setidaknya, diskusi ke arah itu sudah mulai digalakkan dalam momen penyelenggaraan Festival Sains Antariksa (FSA) di Pusat Sains Antariksa Lapan, Bandung, Sabtu (19/10).


Kegiatan ini merupakan wujud partisipasi Lapan dalam World Space Week 2013 dan rangkaian menyambut HUT Lapan ke-50 pada 27 November 2013. FSA yang diikuti 152 siswa sekolah dasar hingga sekolah menengah atas tersebut bertema Exploring Mars, Discovering Earth.

"Sesuai dengan tema, dengan mengeksplorasi Mars, kita juga mempelajari Bumi kita sendiri. Belajar cara menciptakan lingkungan hidup yang kita inginkan, dan cara manusia bisa mengelola sumber daya yang ada," kata Kepala Pusat Sains Antariksa Lapan Clara Yono Yatini dalam sambutannya dilansir dari laman Lapan,lapan.go.id.

Guru pendamping peserta FSA 2013 mengikuti sesi tanya jawab setelah presentasi Pengaruh Lingkungan Ruang Angkasa terhadap Pertumbuhan Tanaman serta misi Space Seeds for Asian Future (SSAF) pada acara FSA 2013 di Auditorium Lapan Bandung.

Perlukah Bangsa Indonesia ke Mars?

NKRI dibangun untuk berdiri selamanya. Jadi kesempatan untuk mengeksplorasi berbagai kemungkinan di masa mendatang juga merupakan milik bangsa ini. Setidaknya Indonesia dari sekarang harus bersiap, jikalau suatu saat bumi yang dihuni umat manusia mengalami gangguan kosmologis. Ada banyak tujuan lain mengeksplorasi Planet Mars.

"Berjaga-jaga terhadap tumbukan Bumi dengan asteroid di kemudian hari, mengurangi kepadatan penduduk di Bumi, serta mengembangkan berbagai bentuk teknologi baru," ujar Gunawan Edmiranto Peneliti Bidang Matahari dan Antariksa LAPAN dalam presentasinya.

Di FSA ini juga ditampilkan presentasi misi Space Seeds for Asian Future (SSAF) oleh tim SSAF Sekolah Ilmu dan Teknologi Hayati Institut Teknologi Bandung (SITH ITB). Mereka memberikan gambaran tentang biji yang dibawa dan ditumbuhkembangkan di ruang angkasa.

"Kesimpulan yang didapat dari eksperimen tersebut yaitu biji ruang angkasa mengalami kerusakan kulit biji dan aberasi kromosom," ujar Chunaeni Latief dari SITH ITB. Ia menambahkan, meskipun ada perbedaan pada pertumbuhan dan produktivitasnya, penelitian lebih lanjut masih perlu dilakukan. (ROL)


Berkaca dari Penyadapan Presiden, Indonesia Butuh Satelit Sendiri

Inggris bersama Amerika Serikat disebut menyadap delegasi konferensi G-20 di London tahun 2009, termasuk Presiden Susilo Bambang Yudhoyono.

Dan, salah satu negara yang diuntungkan adalah Australia.

Presiden Susilo Bambang Yudhoyono bersama PM Australia Kevin Rudd. | REUTERS


Ketua Komisi I DPR Mahfudz Siddiq menilai, Selasa 30 Juli 2013, skandal sadapan Inggris itu menodai hubungan baik bilateral kedua negara. Dia pun meminta otoritas Inggris segera meminta maaf kepada Indonesia.

Mahfudz pun mengkritisi Australia. Sebab, diberitakan The Sydney Morning Herald edisi 26 Juli 2013, Perdana Menteri Kevin Rudd adalah pihak paling diuntungkan dari aksi Inggris dan Amerika Serikat menyadap Presiden di KTT G20 tahun 2009. Laman ini mengutip sumber intelijen Australia dan sumber luar negeri.


"Seharusnya Australia tidak ikut menikmati hasil sadapan itu karena bisa dipersepsi telah terjadi kerjasama intelijen Inggris dan Australia," kata Mahfudz di Jakarta.

Di sisi lain, kejadian ini juga menunjukkan bahwa kemanan komunikasi pejabat tinggi negara masih rentan diintersepsi. Sistem proteksi intersepsi, imbuhnya, masih belum maksimal. Apalagi, Indonesia masih menyewa satelit swasta untuk sistem komunikasi-informasi.

Berkaca dari itu, penting bagi ndonesia untuk menata kembali keamanan sistem komunikasi-informasi kenegaraannya. "Termasuk harus memiliki satelit khusus yang dikontrol negara," ujar dia.

Jika tak dicari solusi segera, bukan tak mungkin Indonesia disadap lagi oleh negara selain Inggris. "Ini peringatan penting. Saya mengusulkan pemerintah Indonesia segera mengadakan satelit khusus untuk sektor pertahanan-keamanan dan khususnya sistem komunikasi lembaga-lembaga tinggi negara," kata dia.

Tak hanya Mahfudz, Ketua MPR Sidarto Danusubroto juga protes. Dia bahkan mendorong Kementerian Luar Negeri memberikan nota protes pada pemerintah Inggris.

Sidarto menyayangkan sikap Inggris yang mengaku sebagai negara sahabat, tetapi malah menyadap. Dia yakin ada kepentingan dan agenda Inggris di balik penyadapan terhadap Presiden. "Beberapa kedutaan ada juga yang disadap kok. Sadap-menyadap ini memang seperti cyber war."

Sementara itu, Menteri Luar Negeri Marty Natalegawa memilih fokus menelisik kebenaran berita itu agar Indonesia tidak gegabah dalam mengambil tindakan. Tapi, jika berita media Australia itu benar, Marty prihatin. "Sangat melanggar tata krama hubungan internasional," kata dia.

Seperti diketahui, The Sydney Morning Herald, mengutip sumber intelijen Australia dan sumber luar negeri, mengungkapkan bagaimana Australia diuntungkan dari penyadapan Inggris terhadap SBY. Selain itu, laman Australia lainnya, The Age, juga melaporkan hal yang sama.

"Rudd punya keinginan besar akan informasi intelijen, khususnya mengenai pemimpin Asia Pasifik, Yudhoyono, Manmoham Singh (PM) India, dan Hu Jintao (mantan Presiden China)," demikian kata sumber tersebut.

Intelijen dan sumber luar negeri mengatakan kepada Fairfax Media, hasil sadapan dari Inggris dan AS itu digunakan untuk mendukung target diplomatik Australia, termasuk kampanye memenangkan kursi di Dewan Keamanan PBB.

"Tanpa dukungan intelijen yang diberikan AS itu, kami tidak akan memenangkan kursi itu," kata seorang pejabat di Departemen Luar Negeri dan Perdagangan yang tak mau menyebut nama.

Sementara laman DailyMail menulis, tujuan dari penyadapan yang dilakukan Inggris itu tidak lain untuk menyuplai para delegasinya informasi demi kepentingan negosiasi. Operasi spionase itu berlangsung selama enam bulan.

Dalam sebuah dokumen yang dibuat pada Maret 2009, GCHQ bekerja atas permintaan pejabat berwenang Inggris untuk melaporkan perkembangan terbaru soal semua panggilan telepon para delegasi G20 yang menjadi target mereka.

Tanggapan BIN
Badan Intelijen Negara (BIN) bergerak cepat dan mengevaluasi sistem pengamanan komunikasi untuk mencegah terjadinya kebocoran informasi akibat penyadapan.

"Perkembangan teknologi saat ini sangat cepat. Sehingga, kita harus selalu berada dalam posisi mengimbangi. Kalau tidak dengan mudah kita akan mengalami informasi yang tidak layak bocor ke publik," kata Kepala BIN Letnan Jenderal Marciano Norman.

Namun, Marciano minta publik tak langsung mempercayai pemberitaan yang dinilainya sepihak itu. Pihaknya menunggu hasil penyelidikan dari intelijen rekanan BIN di tiga negara yakni, Australia, Inggris dan Amerika Serikat, yang saat ini tengah berjalan.

Ia menilai, di manapun kunjungan kepala negara atau kepala pemerintahan suatu negara, harus mendapat jaminan keamanan. Tidak hanya kegiatan, tapi juga masalah pemberitaaan dan keamanan informasi harus menjadi perhatian semua pihak. "Teknologi kita sudah baik, namun harus ditingkatkan lagi," ucapnya.

Saat ini, penyelidikan masih berlangsung. Marciano ingin terus berkomunikasi dahulu dengan para intelijen rekanannya untuk memperdalam informasi dan bukti-bukti kemungkinan adanya penyadapan. Apabila bukti sudah cukup, maka pemerintah akan berkomunikasi dengan pihak Australia untuk mengklarifikasi hal ini. (Viva News)

Indonesia Tinjau Ulang Kerjasama Dengan Australia

Indonesia akan meninjau ulang kerjasama khusus dibidang pemberantasan penyelundupan manusia dan terorisme sebagai respon aksi Australia yang selama ini memata matai Indonesia.



Menteri Luar Negeri Indonesia Marty Natalegawa menyampaikan Indonesia telah menganggap Australia memang memata matai Indonesia karena hingga kini Pemerintah Australia di bawah PM Tony Abbott menolak untuk mengkonfirmasi atau membantah tuduhan itu.

Padahal menurut Marty, selama ini kedua negara telah bekerja sama secara efektif berbagi informasi intelijen.


"Jika Australia merasa bahwa ada cara lain mendapatkan informasi selain dari cara resmi, maka salah satu keajaiban, kita bisa bekerjasama," kata Marty.

Kendati demikian Indonesia, menurut Marty tidak meresponnya dengan mengusir diplomat Australia melainkan meminta jaminan aksi yang diduga memata matai Indonesia harus berhenti.

Pekan lalu Marty juga sempat berkomentar pedas terkait adanya laporan kalau selama ini Kedutaan Besar Australia di Jakarta menjadi salah satu basis untuk operasi intelijen memata matai Indonesia.

Pernyataan ini disampaikan Marty bersamaan juga dengan munculnya serangan para ‘hacker’ yang menamakan diri Anonymous Indonesia meretas sekitar 200 laman internet pengusaha Australia.

Mereka mengirimkan pesan kepada Pemerintah Australia agar menghentikan aksi memata matai Indonesia.

(Radio Australia)