Tuesday, 27 August 2013

"Jaga Keberagaman atau NKRI Tinggal Sejarah"

Penulis :

  • Sandro Gatra
  • Selasa, 27 Agustus 2013 | 00:50 WIB
Pancasila |
JAKARTA - Keragaman tidak seharusnya hilang dari Indonesia. Bila keragaman yang menjadi peninggalan para pendiri bangsa dan pejuang tak dipertahankan, Indonesia akan terpecah.

"Kalau tidak mampu mengawal keberagaman, saya khawatir NKRI tinggal sejarah," kata Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat Sidarto Danusubroto dalam acara Silaturahim Idul Fitri 1434 H yang digelar Partai Golkar di Hotel Shangri-La, Jakarta, Senin (26/8/2013) malam.
Halalbihalal itu dihadiri Wakil Presiden Boediono, Ketua Umum DPP Golkar Aburizal Bakrie alias Ical, Ketua Harian DPP Partai Demokrat Syarief Hasan, Ketum Partai Gerindra Suardi, Ketum Partai Bulan Bintang MS Kaban, Ketua Umum Hanura Wiranto, Presiden Partai Keadilan Sejahtera Anis Matta, petinggi parpol lain, dan para kader Golkar.
Sidarto mengatakan, selama 68 tahun merdeka, Indonesia mengalami pasang surut. Namun, ternyata Indonesia tetap bisa bertahan lantaran ada empat pilar yang dipegang, yakni Pancasila, UUD 1945, NKRI, dan Bhinneka Tunggal Ika.
Hal senada dikatakan MS Kaban. Apa pun perbedaannya, kata dia, Indonesia harus tetap satu. Ia juga mengingatkan agar semua pihak berpikir berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa seperti tercantum dalam Mukadimah UUD 1945. Tuhan harus menjadi sumber kebenaran.
"Mari bangun bangsa dengan nilai-nilai kebenaran," tegas Kaban. Apabila tanamkan nilai-nilai kebenaran, ujar dia, akan tumbuh tindakan-tindakan yang benar. Tindakan benar akan melahirkan kebiasaan yang benar, lanjut dia, dan kebiasaan yang benar akan melahirkan karakter yang benar.

"Pertanyaannya, apakah kita telah membangun bangsa yang memiliki karakter yang benar di dalam seluruh aspek kehidupan? Siapa yang memiliki karakter, dia bisa menentukan nasib bangsanya," kata Kaban.
Editor : Palupi Annisa Auliani

Pengamat Intelijen: Penembak Polisi Bukan Kelompok Teroris

Oleh Oscar Ferri


Pengamat Intelijen: Penembak Polisi Bukan Kelompok Teroris
Liputan6.com, Jakarta : Pengamat intelijen Umar Abduh berkeyakinan pelaku rentetan penembakan terhadap polisi bukan dilakukan oleh jaringan teroris. Sebab, hingga kini Polri belum juga menangkap para pelaku rentetan penembakan tersebut.

Lalu jika pelakunya bukan dilakukan oleh teroris, maka siapa pelaku penembakkan terhadap polisi tersebut? Menurut Umar, pelaku penembakan itu adalah orang-orang yang secara hukum diperbolehkan menggunakan senjata."Kalau teroris pasti cepat ditangkap. Karena jaringannya, operatornya, dimonitor terus, ditempel terus oleh Densus 88. Jadi itu bukan teroris," ujar Umar usai diskusi di kawasan Tebet, Jakarta Selatan, Senin (26/8/2013).
"Ya bisa temannya sendiri sesama polisi, atau bisa juga tentara," kata Umar sekaligus mantan terpidana kasus terorisme yang merupakan salah satu perencana aksi pembajakan pesawat Garuda di Thailand pada tahun 1981. Namun, Umar tidak menjelaskan apa motif penembakan itu jika memang benar pelakunya bukan teroris.
3 Peristiwa penembakan terhadap anggota polisi terjadi dalam kurun sebulan terakhir. Empat anggota polisi menjadi korban dalam penembakan oleh orang tak dikenal tersebut.
Penembakan pertama terjadi pada 27 Juli di Jalan Cireunde, Ciputat, Jakarta Selatan, dengan korban anggota Polsek Metro Gambir Ajun Inspektur Polisi Dua (Aipda) Patah Saktiyono. Saktiyono mengalami luka tembak di bagian punggung belakang dan selamat dari maut.
Penembakan juga terjadi pada 7 Agustus terhadap anggota satuan Bina Masyarakat Polsek Metro Cilandak Ajun Inspektur Satu Dwiyatno di Jalan Ciputat Raya, Pamulang, Tangerang Selatan, Banten. Dwiyatno akhirnya tewas setelah sempat mendapat pertolongan intensif di UGD RS Sari Asih.
Kemudian terjadi penembakan terhadap anggota Polsek Pondok Aren pada 16 Agustus dengan korban Brigadir Polisi Dua (Bripda) Maulana dan Aipda Kus Hendratma. Keduanya juga tewas akibat penembakan.