Tuesday, 5 November 2013

SBY disadap, kinerja intelijen lemah



MEDAN - Penyadapan yang dilakukan Amerika Serikat dan Australia yang diduga dilakukan melalui kantor kedutaan kedua negara menyalahi norma dan aturan hubungan diplomatik. Namun dibalik itu semua, seharusnya panyadapan pembicaraan kepala negara dalam hal ini Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) dan pejabat tinggi Indonesia, tak akan terjadi jika intelijen Indonesia bekerja maksimal.

Meski penyadapan bertentangan dengan hukum internasional karena tindakan tersebut menabrak norma yang diatur dalam Konvensi Hubungan Diplomatik, namun tetap saja negara-negara berkuasa akan melakukan aksi penyadapan. Ada beberapa faktor kenapa negara berkuasa seperti Amerika dan Australia melakukan penyadapan, yakni Indonesia sangat mempengaruhi konstalasi dunia dalam bidang ekonomi dan kerjasama militer saat ini.

Semakin tumbuhnya investasi China di Indonesia dan membanjirnya produk China membuat negara-negara Barat khawatir terhadap Indonesia dan beberapa negara di Asia Tenggara. Faktor lain yang menyebabkan aksi penyadapan adalah menjelang Pemilihan Presiden 2014, negara Barat berkepentingan 'memantau bagian terdalam' Indonesia.

"Amerika akan terus mencari akal agar investasi mereka besar di Indonesia. Dan saingan utama ber- investasi di Indonesia adalah China," kata pengamat intelijen Sahat Simatupang kepada Waspada Online, di Medan, siang ini.

Mestinya, kata Sahat, pemerintah melalui Presiden tidak usah kaget ketika ada isu penyadapan yang dilakukan Amerika dan Australia. Menurut Sahat, Presiden sebagai pemegang kendali intelijen yang memperolah informasi dari intelijen negara mestinya mengevaluasi kegagalan Indonesia mengantisipasi aksi penyadapan itu.

"Petugas intelijen Indonesia berlapis-lapis. Ada intelijen negara (BIN), ada intelijen keamanan (polisi), ada fungsi intelijen sandi negara dan ada intelijen dari tiga Matra TNI. Mesti nya tidak mudah bagi negara mana pun menyadap jalur percakapan penting Presiden maupun pejabat negara jika fungsi intelijen berjalan normal dan maksimal," kata Sahat yang akan mengikuti kunjungan program kepemimpinan internasional di Amerika, Maret 2014.

Intelijen Indonesia, menurut Sahat masih disibukkan dengan urusan dalam negeri seperti 'membedah' penggerak demo buruh dan mengawasi pelaksanaan pemilihan kepala daerah. "Malah BIN juga dilibatkan dalam mengawasi kerahasiaan ujian calon pegawai negeri sipil yang dilaksanakan kemarin (Minggu 3 November 2013)," ujar Sahat.

Intelijen negara, menurut Sahat tidak boleh masuk pada ranah yang bukan gangguan negara. Jika ini terjadi terus menerus akan mengecilkan dan melemahkan peran intelijen negara terhadap kewaspadaan perang spionase.

Gangguan nyata terhadap Indonesia saat ini, kata Sahat melanjutkan adalah perang kepentingan investasi negara Barat dengan Cina. "Di tengah-tengah pertarungan Barat dengan Cina di Indonesia mulai muncul kepentingan negara-negara Timur Tengah dan India berinvestasi. Jika Presiden terpiih hasil pemilihan 2014 tidak 'merangkul dan mendamaikan' perang kepentingan investasi di Indonesia dengan kebijakan pemerintah, dikhawatirkan stabilitas ekonomi Indonesia akan goyah pasca Pilpres 2014," tutur Sahat.

Presiden SBY, imbau Sahat mesti nya memerintahkan intelijen negara agar mengusut aksi penyadapan serta jalur pembicaraan mana saja yang sempat disadap Amerika maupun Australia. Tujuan nya menurut Sahat agar Presiden mengetahui pembicaraan mana saja yang sudah sampai ke telinga pemimpin kedua negara itu.

"Tidak cukup hanya protes dari Menteri Luar Negeri (Menlu) Marty Natalegawa saja. Presiden SBY mestinya memerintahkan intelijen negara menyelidiki isi pembicaraan yang disadap sekaligus mempersiapkan upaya agar aksi serupa tidak terulang dan jangan hanya menunggu penjelasan resmi Amerika dan Australia atas aksi penyadapan itu," kata Sahat.

Seperti diberitakan sebelumnya, Presiden SBY melalui juru bicaranya Julian Aldrin Pasha, menyesalkan bila penyadapan benar terjadi. Presiden meminra Menlu berkomunikasi dan melakukan klarifikasi ke pihak-pihak terkait. Kabar disadapnya pemerintah Indonesia termuat dalam berita pada media Jerman dan Sydney Morning Herald tanggal 31 Oktober 2013. Surat kabar terbesar Australia itu mengungkap adanya fasilitas penyadapan di Kantor Kedutaan Australia di Jakarta

Sumber : Waspada Online

No comments:

Post a Comment